Rabu, 13 Oktober 2010

Cincin Magnet Hatiku

elp kantor ku dan mulai menekan angka-angka yang tertera diatas sebuah kartu nama yang kupegang. Dengan ragu-ragu ku ucapakan selamat sore dan memesan sebuah bangku travel menuju sebuah pulau di seberang laut. Sebuah tempat yang bahkan terlintas di pikiran ku untuk mengunjunginya pun tidak namun sore ini aku sudah memesan sebuah tiket menuju pulau itu.

"Baik Pak saya minta di jemput di tempat ini jam 10 pagi besok. Ini no telp saya. Terima kasih dan selamat sore" setelah mengucapkan salam ku tutup sambungan telpon dan mulailah beribu pikiran berputar di otak ku.


Malam itu dengan segala macam alasan kuungkapkan kepergian ku,sebuah kebohongan begitu lancar ku ucapkan pada orang tua ku. Dengan hanya membawa beberapa potong pakaian dan persiapan yang terburu-buru ku masukan semua perlengkapan ku ke dalam koper kecil yang selalu menemaniku saat aku melakukan perjalanan. Namun inilah perjalanan paling gila yang akan ku lakukan. Sebuah perjalanan dengan tujuan yang begitu jauh bahkan sampai ku harus menyebrangi lautan dengan menaiki sebuah kapal laut dan yang lebih parah nya lagi aku kesana dengan tujuan yang pasti hanya akan membuat ku terluka bahkan hancur.


Terlepas dari jarak atau pun hasil yang aku peroleh sepulang perjalanan ku namun suara hati ku begitu kuat mendorongku untuk tetap melangkah, mencari sebuah jawab atas tanda tanya besar dalam hati ku. Entah apa yang merasuki otak ku sehingga aku nekat melakukan perjalanan ini sendiri. Tapi aku percaya hati ku tak kan salah untuk menuntunku melangkah kesana.


Pagi itu dengan membawa koper kecil kesayangan ku, aku menunggu travel yang telah ku pesan. Sebuah mobil menjemputku dan aku duduk di bangku dekat Pak Supir. "Mau pulang kampung ya dek?" tanya nya untuk mengaburkan lamunanku. "Tidak Pak, saya hanya mau mengunjungi seorang teman." jawabku sambil memberikan senyuman dan berharap dia tidak bertanya lebih lanjut namun Pak Supir adalah seorang yang cukup ramah sehingga akhirnya kami terlibat dalam obrolan ringan. Tanpa sadar tiba2 kami sudah berada di atas sebuah kapal. Seperti seorang anak yang hilang di mall aku rasa seperti itulah tampang ku siang itu. Aku naik ke dek kapal dan memilih untuk duduk di luar sambil memandangi lautan luas.


Memandangi hamparan birunya laut membuat hati ku begitu tenang. Aku memang mencintai pemandangan pantai dan laut namun aku belum pernah pergi sampai menyebrangi pulau dengan menggunakan sebuah kapal laut seperti ini. Diiringi kuatnya desiran angin laut dengan ragu kutekan nomor telphone seseorang namun seperti nya tidak diangkat. Setelah ku coba beberapa kali akhirnya panggilan ku diangkat dan setelah berbasa-basi sejenak aku menyampaikan bahwa aku sedang menuju ke kota nya dan meminta waktu pertemuan. Ternyata dia tidak mengangkat no telp ku karena menurut pacar nya no telp ku adalah no telp penaggih kartu kredit. Kututup sambungan telp ku dan kembali menikmati pemandangan biru di hadapan ku dengan hati yang gundah.


Beberapa saat kemudian sebuah pulau terlihat begitu cantik dengan teluk yang sangat menawan. Aku kembali ke dalam mobil dan kami kembali melanjutkan perjalanan menuju pusat kota Sepanjang perjalanan aku begitu jatuh cinta pada pemandangan yang menyambutku di sebuah kota dan pulau yang begitu asing bagiku. Hamparan pantai dengan pasir putih nya yang begitu cantik seolah memanggilku untuk menyapa dan mengunjungi mereka. Gugusan bukit-bukit dan suasana yang begitu tentram membuat ku merasakan kerinduan untuk meninggalkan hiruk pikuk nya Jakarta seperti keinginan ku semasa SMA dulu.


Beberapa saat kemudian aku sudah sampai di sebuah hotel dan memesan sebuah kamar. Aku masuk dan beristirahat sejenak setelah itu aku mencoba untk keluar dan menikmati sebuah kota asing seorang diri. Sekitar jam 1/2 7 aku keluar kamar dan berjalan menyusuri jalan kecil mencoba mencari kendaraan yang bisa mengantar ku ke mall terdekat. Sangat berbeda dengan Jakarta yang pada jam-jam seperti ini adalah jam-jam padat nya orang-orang yang pulang bekerja, dikota ini jam 7 sudah sepi jauh dari keramaian dan hingar bingar kota. Akhirnya dengan sebuah ojek aku menuju sebuah mall, sesampai nya disana aku berbelanja sebuah sandal karena aku lupa membawa sandal kemudian aku memilih untuk duduk di salah satu restoran sambil memandangi orag-orang yang lalu lalang melalui sebuah kaca disamping ku. Setelah itu aku kembali ke hotel dan memprsiapkan diri untuk pertemuan esok hari.


Pagi-pagi aku sudah bangun dan berusaha menghubungi pacar ku di Jakarta namun seperti nya dia terburu-buru memutuskan percakapan kami. Kemudian aku kembali menghubungi orang yang hendak kutemui dan HP nya sibuk. Sambil menunggu aku memesan segelas teh manis, mandi dan bersiap-siap. Ku coba menghubungi kembali orang yang hendak ku temui dan ternyata dia baru saja berkomunikasi dengan pacar nya itu lah sebabnya aku sulit menghubungi nya. Akhirnya setelah aku sedikit memohon, dia mau menemui ku pada tempat dan waktu yang telah kami tentukan bersama.


Dengan segala fikiran dan perasaan yang bercampur aduk di hati serta otak ku, aku menemui wanita itu. Kami bertemu di mall tempat semalam aku makan malam dan kami memesan sebuah bangku di salah satu restourant yang lain di mall tersebut. Kini di hadapan ku ada sesosok wanita muda yang terlihat cukup dewasa namun dengan garis muka yang keras. Dan dari cara nya berbicara dia adalah seorang wanita yang keras namun aku merasa bahwa dia sedang menahan suatu perasaan yang mungkin juga sama dengan ku. Setelah meluruskan beberapa hal akhirnya terucaplah sebuah kalimat seperti sebuah pisau teramat tajam yang hingga kini terus menancap di dalam hati ku tanpa bisa ku cabut bahkan sebalik nya tiap waku pacar ku justru  seolah menyirami nya dengan air cuka dan membuat nya terus meradang.


"Apakah kamu pernah diberikan sesuatu sebagai pengikat dari abang?" dengan tenang dia menunjukan sebuah cincin emas yang melingkar di jari manis nya.


"Baik lah jika memang itu yang telah terjadi, aku akan mundur dan semoga kalian berbahagia" hanya itu kalimat yang bisa terucap sambil terus meguntai doa dalam hati agar Tuhan memberiku kekuatan yang maha dasyat untuk tetap tersenyum dan menahan air mata yang sudah bagai air bah tertahan di kelenjar air mata ku.


Ternyata cincin itu lah magnet hati ku untuk mengunjungi sebuah pulau nan cantik dengan pantai dan pasir putih yang begitu mempesona. Namun sayang itu adalah kali pertama dan terakhirku untuk menginjakan kaki di kota itu. Karena sang lelaki pemberi cincin sebagai pengikat di jari wanita itu adalah pacar ku.


Dan ku tutup perjalan ku ke pulau itu dengan derai air mata di tepian kapal yang membawaku kembali ke kota ku yang hiruk pikuk dengan segala kesibukan dan hingar bingar nya namun kota inilah yang kuyakini justru akan membuat ku tetap tegar berdiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar